Suasana lengang tampak di jalanan Dusun Muntig, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem, Rabu, 27 September 2017 siang. Terik matahari ...
Suasana lengang tampak di jalanan Dusun Muntig, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem, Rabu, 27 September 2017 siang. Terik matahari terasa menyengat. Di dusun itu, tak banyak warga beraktivitas. Hanya ada dua ekor ajag yang lalu lalang.
Sepanjang jalan dusun, rumah-rumah warga tampak sepi. Hanya empat rumah yang tampak ada aktivitas pemiliknya. Suasana sepi juga terasa di sebuah pura di desa itu. Pura yang biasa dikunjungi warga untuk sembahyang tampak tak terurus. Bahkan, tak ada sisa banten di pura itu.
“Warga di sini mengungsi,” kata Mangku Sumerta (48), salah seorang warga Dusun Muntig, kepada. semuaqq
Suasana seperti ini sudah terjadi sejak Jumat, 22 September 2017. Pada hari itu, Gunung Agung yang berjarak enam kilometer dari Dusun Muntig ini mengalami peningkatan aktivitas vulkanik. Status gunung berapi di Pulau Bali itu berganti dari siaga menjadi awas.
Peningkatan status membuat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menerapkan radius aman 9 kilometer dari puncak gunung dan juga mengimbau warga segera mengungsi. Warga dusun kemudian ramai-ramai mencari tempat aman.
Meski sudah ada yang mengungsi, tak sedikit warga yang kembali datang ke dusun. Ini seperti yang Boardingnews temukan di dusun itu. Kadek Sri salah satunya. Perempuan 27 tahun ini terbiasa pulang ke rumah, buat sekadar memasak. “Ini untuk dibawa ke tempat pengungsi,” kata Sri.
Sudah hampir sepekan Sri pergi pulang ke rumah dan pengungsian. Setiap pagi, ia bersama anak, suami dan ibunya pulang ke rumah. Sore hari, dia baru kembali ke pengungsian dan menginap di sana.
Sri seolah tak khawatir kudu bolak-balik ke rumah. Meski mengaku takut saat gempa mengguncang, ia dan suaminya tak kerasan tinggal di pengungsian. Apalagi, mereka memiliki hewan ternak yang harus diurus lantaran tak bisa ikut dibawa mengungsi.
“Jadi bagaimana pun, enak di rumah,” kata Sri.
Kenyamanan di dalam rumah ini juga yang dirasakan Sumerta. Keluarga besarnya, kata Sumerta, tinggal di pengungsian. Hanya dirinya yang tetap di rumah. Sumerta bahkan yakin Gunung Agung tak akan meletus dengan dahsyat. Ini membuat dirinya tak takut tetap berada di kampung halaman.
“Saya yakin tidak akan keras,” kata Sumerta.
Selama mengunjungi dusun tersebut, Boardingnews sempat merasakan dua kali gempa berkekuatan kecil mengguncang dalam kurun satu jam. Meski begitu, guncangan tersebut sempat membikin rasa khawatir.
Rasa khawatir itu dilatari jarak dusun tersebut dengan puncak Gunung Agung yang hanya 6 kilometer. Jika merujuk ke PVMBG, dusun tersebut dikualifikasikan sebagai zona merah atau kawasan rawan bencana. Ini menjadi penyebab gempa dirasakan berulang kali di dusun tersebut.
Saat ditemui Boardingnews Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api dari PVMBG, Gede Suantika, mengatakan jarak 6 kilometer dari puncak gunung memang tak aman buat siapa pun. Status awas, kata Suantika, mengakibatkan gempa yang terjadi di zona merah, ratusan kali lebih banyak di banding sebelumnya.
Alat seismograf di Pusat Pantauan Gunung Agung di Kecamatan Rendang, Karangasem, mencatat, terjadi 586 kali gempa dalam dan 120 gempa dangkal per hari selama berstatus awas. “Padahal, normalnya, satu bulan itu satu kali atau enggak sama sekali,” kata Suantika.
COMMENTS